Minggu, 26 Maret 2017

(Prediksi) Tengku Dikepung Sirait, Saragih, Girsang, Tobing, Pasaribu, dan Sitepu

Jokowi, Susi, Ahok, Djarot, Kang Emil, Kang Dedi, dan Tri Rismaharini menjadi acuan pemimpin ke depan. Selain (relatif) muda, mereka berpendidikan, BTP, dan punya terobosan-terobosan baru. Orang-orang lama sudah mulai kurang menarik dan bakal ditinggalkan, karena yang dibutuhkan bangsa ini adalah pemimpin segar demi suasana baru.

PILKADA DKI Jakarta putaran kedua, 19 April 2017, kurang daripada sebulan lagi. Meski “toko sebelah” terus saja memanfaatkan isu-isu SARA, namun kampanye simpatik “toko sini” semakin meyakinkan pemilik suara ragu-ragu (swing voters), yang belum menentukan pilihan (undecided voters), dan limpasan 17 persen lebih suara pemilih Agus-Sylvi eks putaran pertama, untuk  memilih pasangan nomor 2 (Ahok-Djarot). Rencana “tamasya Al Maidah” yang melibatkan 1,3 juta “turis” itu semakin menegaskan ambisi brutal pihak “toko sebelah” untuk merebut tampuk kekuasaan. Tapi, rakyat DKI sudah celik matanya.

“Toko sebelah” tak punya program jitu, melainkan terus saja menggelar “festival copy-paste”. Tidak ada program “ori”, melainkan hanya “kw-kw”. Kesan yang mereka tampakkan hanya plintat-plintut, koreksi-mengoreksi program yang terlanjur dilemparkan ke publik, padahal belum matang dan benar-benar tidak dikuasai hingga rinci. Maka muncullah ungkapan: “esok dele, sore tempe”.

Sebaliknya “toko sini” membawa kesegaran, realisme atau program-program yang logis, good governance, dan terobosan-terobosan baru. Atmosfir kontras seperti ini –dengan penetrasi media sosial yang begitu deras– mengalir juga ke daerah-daerah. Ada orang-orang seperti Kang Emil (Ridwan Kamil, Walikota Bandung), Kang Dedi (Dedi Mulyadi, Bupati Purwakarta), Tri Rismaharini (Walikota Surabaya), dll. yang bakal mendapat tempat khusus di hati mayoritas publik, karena pengabdiannya jelas kepada bangsa. Tapi sebaliknya, ada pula yang hanya punya syahwat ingin berkuasa dan rakyat habis dibodoh-bodohinya. 

Seperti Jawa Barat, Provinsi Sumatera Utara pun akan mengikuti pilkada serentak 2018. Sudah ada nama-nama yang mulai mengemuka, tampak dari manuver-manuver mereka. Walau masih terkesan malu-malu, ada yang mulai menebar pesona sendiri atau digadang-gadang partai atau massanya. Ada beberapa nama yang bakal masuk bursa berdasarkan partai (DPProv/DPD/DPW), antara lain:
Tapi ada pula nama-nama yang muncul begitu saja. Sebut misalnya: Letjen TNI Edy Rahmayadi (Pangkostrad), Sahril Tumanggor, SE SH MH (Ketua DPProv PKPI Jatim), Salomo Pardede, Tifatul Sembiring (mantan Menkominfo), Brigjenpol Victor Edison Simanjuntak (Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri), dll.   

Berdasarkan nama-nama tersebut di atas, sudah mulai bisa diprediksi bakal calon (balon) Gubsu dan Wagubsu tahun depan serta kombinasi-kombinasinya. Tentu ada dasar-dasar yang umum digunakan: popularitas, ketokohan, rekam jejak, keberterimaannya bagi publik (akseptabilitas), kapabilitas, dan –sudah pasti– “isi tas”. Semuanya tentu berkaitan erat pula dengan struktur demografi penduduk Sumut yang punya hak suara.

Struktur demografi penduduk Sumatera Utara berdasarkan suku dan agama dapat digambarkan sebagai berikut:
Dengan demikian, nama-nama balon Gubsu dan Wagubsu serta kombinasi pasangannya bisa kita urutkan berdasarkan jumlah kursi partai di DPRD Provinsi Sumut, yakni sebagai berikut:
Jagoan Partai Golkar, Ngogesa Sitepu (Bupati Langkat, Ketua DPD Partai Golkar Sumut), memang orang lama tapi relatif kalah popular. Dia berterima, tapi tak ada pula program-programnya yang ber-“wow effect”. Kiprahnya sebagai Bupati Langkat minim terobosan. Dalam dunia marketing politik, dia tak punya diferensiasi atau keunikan. Sebagai bandingan, Kang Dedi sudah tercitrakan pada dirinya sebagai pemimpin yang toleran. Itu benar-benar unik…!

PDI Perjuangan sendiri telah mengerucutkan tiga nama yang bakal digadang-gadang: Sukur Nababan, Junimart Girsang, dan Maruarar Sirait (Ara). Dari segi popularitas, Junimart dan Ara lumayan, sedangkan Sukur masih kalah jauh. Tapi Sukur punya kelebihan. Dia punya jaringan massa yang sudah terbentuk melalui bisnis MLM Melia Propolis. Junimart dan Ara bakal bersaing ketat.

Dari Partai Demokrat, ada Jopinus Ramli Saragih (sering disingkat “JR” saja). Dia adalah Bupati Simalungun sekaligus Ketua DPD Partai Demokrat Sumut yang akan dilantik 9 April 2017 ini. JR cukup popular dengan “helicopter marketing”-nya dan seseorang yang selalu bertarung at-all-cost. Istilah Siantar Men-nya: “hidup pakai, mati buang”. Tapi seperti orang-orang Demokrat lainnya, JR masih asyik dengan pencitraan-pencitraan yang bagi kaum muda, langgam seperti itu sudah basi. Apalagi popularitas partai ini sudah sangat menurun.

Lima tahun terakhir ini, nama Gus Irawan Pasaribu (anggota DPR RI, Partai Gerindra) seolah lenyap ditelan bumi. Mantan Dirut Bank Sumut ini sebenarnya kapabel, tapi dengan “hilangnya” nama ini dari percaturan, dia kedodoran dalam hal popularitas. Apalagi partainya pun bukan partai pemuncak (top seeded). Sebagai anggota DPR RI pun, nama Gus tak pernah mencuat.

Tuani Lumban Tobing (sering dipanggil sebagai “Toluto”) bisa saja sebagai “kuda hitam”, karena partainya (Hanura) punya 10 kursi di DPRD Sumut. Sama juga dengan Tifatul Sembiring, walau partainya hanya punya 9 kursi di DPRD Sumut, nama Tifatul cukup popular, karena pernah menjabat Menkominfo. Cuma bagi Sumut, dengan dipenjarakannya Gatot Pudjonugroho, nama PKS sudah cacat secacat-cacatnya. Jika Tifatul benar-benar turun main –mewakili PKS dimana di Sumut belum ada tokoh PKS yang popular – bursa bisa makin bergairah. 

Tengku masih menunggu deklarasi Partai Nasdem –malah keduluan buat Kang Emil di Jabar– karena Nasdem mungkin punya hitung-hitungan sendiri. Soalnya masih ada faktor Prananda Paloh yang mungkin akan dimainkan juga. Jika benar yang dikatakan Martin Manurung (Korwil Sumut Partai Nasdem), kiprah Tengku di partai pun masih belum tampak benar. 

Sebagai daerah yang sangat heterogen, pemenang pilgubsu sangat ditentukan oleh kombinasi pasangan, baik Muslim – Non-Muslim, Jawa-Batak, dst. Berdasarkan kursi yang ada di DPRD Provinsi Sumatera Utara yang jumlahnya 100 itu, tidak ada partai yang bisa mengusung sendiri bakal calonnya. Berarti harus dengan koalisi parta-partai.

Dunia politik praktis sangat cair. Ia punya hitung-hitungannya sendiri dan sering sangat tergantung kepentingan. Penentuannya sering di menit-menit terakhir, sehingga nama-nama di atas dan kombinasi-kombinasinya sangat mudah berubah. Ini benar-benar prediksi awal saja.

Yang jelas, sekali ini, Tengku Erry Nuradi dikepung nama-nama beken dari segala penjuru. Menyaksikannya sendiri merupakan keriuhan baru bagi masyarakat Sumatera Utara. Asyik juga mengikuti manuver-manuver politik pilgubsu ini, karena yang bermain bukan saja orang-orang Sumut, melainkan oleh orang Jakarta yang ingin cawe-cawe juga. 

Kura-kura beginilah dulu sementara…! @

Tidak ada komentar:
Write komentar