Ahok datang dengan gagah, kepuasan warga Jakarta diatas 70%, elektabilitas diatas 70%. Angka yang fantastis hingga banyak lawan yang ragu-ragu untuk maju. Mereka bak melawan Superman yang sulit dikalahkan, kecuali dengan Kryptonite dan Kryptonite itu adalah isu sara.
Super Ahok pun rontok perlahan-lahan, isu di Pulau Seribu terus digoreng ada yang rica-rica, lada hitam, cripsy, pokoknya diolah dengan berbagai sudut. Bayangkan dari elektabilitas 70% bisa rontok hingga 10% dengan menggunakan isu sara. Saat ini ada satu skenario yang sedang dicoba oleh lawan-lawan Jokowi, dan Ahok adalah test case-nya. Jika Ahok berhasil dikalahkan dengan cara ini maka mereka punya strategi yang ampuh untuk bisa mengalahkan Jokowi.
Mereka sangat berambisi untuk menjatuhkan Jokowi, jika tidak bisa saat ini maka nanti saat Pilpres. Karena kondisi saat ini tidak nyaman lagi bagi usaha mereka, bisnis mereka, ladang-ladang penghasil uang mereka. Jokowi baru berjalan 3 tahun saja mereka sudah megap-megap apalagi jika sampai 10 tahun Jokowi memerintah, bisa habis mereka.
Strategi Jokowi dan Ahok selama ini memiliki kesamaan. Keduanya merebut hati rakyat dengan kerja, kerja dan kerja, sehingga rakyat bisa melihat hasilnya. Mencari uang dari berbagai sumber lain, tidak bergantung pada APBD atau APBN 100% dan menutup berbagai kebocoran. Dengan uang tersebut mereka bisa menunjukkan hasilnya pada rakyat. Dan tentu strategi blusukan, menyentuh langsung hati rakyat, kesederhanaan dan juga yang terpenting adalah kejujuran. Jokowi dan Ahok sangat percaya bahwa strategi ini adalah cara terbaik untuk merebut hari rakyat. Terbukti kepuasan terhadap kinerja Ahok 70% lebih dan kepuasan pada kinerja Jokowi 65% lebih.
Lalu bagaimana mengalahkan keduanya? Ahok rontok diserang isu sara. “Kelemahan” Ahok karena dia minoritas ganda dan itu digunakan terus untuk menyerang Ahok. Dan jika pada Pilkada saat ini Ahok bisa dikalahkan maka mereka paham bahwa strategi kerja,kerja,kerja yang dilakukan Ahok dapat dikalahkan. Sehingga cara yang sama dapat digunakan untuk menjatuhkan Jokowi di 2019 nanti.
Tapi Jokowi bukan minoritas ganda?
Tidak masalah apakah dia minoritas atau bukan, yang penting ada isu untuk membakar rakyat. Ada isu yang bisa disuntikkan pada pikiran mereka untuk memicu rasa takut. Rasa takut ini akan memicu insting terkuat dalam diri manusia, insting untuk bertahan hidup. Insting yang telah ribuan tahun berhasil membuat manusia menjadi makhluk paling dominan di muka bumi ini. Inilah intinya yang sedang dimainkan saat ini, ketakutan dan kebencian yang dibungkus dengan agama sebagai katalis.
Bibit-bibit rasa takut itu saat ini sudah disebar, sudah merasuk ke sebagian rakyat Indonesia. Juga sudah diatur siapa yang paling terdepan dalam menghadang isu tersebut. Isu PKI sekarang sudah dihebuskan, isu yang efektif karena ampuh mengaburkan musuh sebenarnya sekaligus menembak Jokowi. Sejak kampanye 2014 isu Jokowi anak PKI telah dihembuskan dan dengan sengaja isu tersebut dibangkitkan kembali saat ini untuk dipersiapkan sebagai pemantik pada 2019. Lalu siapa yang kelak akan terdepan menggunakan isu PKI ini? Lihat saja siapa yang saat ini paling getol mencitrakan diri sebagai terdepan melawan PKI.
Itu psikologis manusia, misalnya kalau saya teriak-teriak bahwa akan ada alien dari Planet Namec yang akan menghancurkan bumi. Pasti orang-orang akan ketakutan lalu mencari pelindung, orang yang dianggap bisa menjadi pegangan. Kemudian saya tinggal gerakkan saja mereka yang ketakutan itu misalnya dengan ajakan-ajakan untuk bersatu dan melawan.
Saat ini Jokowi memiliki elektabilitas paling tinggi, dengan selisih yang sangat jauh bila dibandingkan tokoh-tokoh lainnya. Sama seperti Ahok, elektabilitas Jokowi akan dirontokkan dengan isu yang mirip dan demo-demo yang mirip. Isu PKI akan dipaksa setara dengan isu yang sedang Ahok hadapi saat ini.
Tidak akan berhenti disitu, cara yang sama akan terus dilakukan di berbagai daerah sehingga perlahan yang akan memimpin negara ini dari pusat hingga daerah adalah orang-orang yang sesuai keinginan mereka. Kita bisa amati ada dua kepentingan yang sedang berebutan. Kepentingan menumpuk harta dan kepentingan mendirikan ideologi baru. Jika Jokowi kalah maka kedua kepentingan ini akan head-to-head, dan saya duga kepentingan menumpuk harta akan kalah.
Jadi Pilkada ini menjadi kritis untuk menentukan nasib kita semua kedepan, bukan hanya warga Jakarta saja. Cara-cara intimidasi sengaja digunakan untuk menakut-nakuti para warga terutama mereka yang minoritas. Mungkin ada beberapa yang berpikir “Ah sudah biar aman pilih selain Ahok saja”, wajar saja tapi sebaiknya berpikir lebih jauh lagi. Bagaimana dengan nasib anak-anak kalian kelak? Karena masa depan mereka yang sebenarnya sedang dipertaruhkan saat ini. Sumber seword.com
Tidak ada komentar:
Write komentar