Foto Anies saat debat cagub pilkada DKI |
Saya agak kaget melihat kualitas berpikir Prof. Dr. Anies Baswedan yg rendah sekali saat ia mempermasalahkan penggusuran warga dari bantaran sungai atau kali. Kesan yang ia tampilkan adalah *haram hukumnya menggeser warga, walaupun warga melanggar Perda DKI karena warga sudah lama tinggal di bantaran sungai.*
Kesan selanjutnya adalah Pemda DKI melanggar HAM dan tidak manusiawi karena hanya asal gusur saja sehingga menyengsarakan warga. *Ini pendidikan politik yang menyesatkan sebab mereka yang digusur justru direlokasi ke tempat tinggal yang lebih manusiawi.*
Cukup menyedihkan, seorang mantan Menteri Pendidikan tidak mengerti bahwa walaupun sudah lama warga tinggal di bantaran sungai, hal itu tetap saja salah karena melanggar aturan dan justru tidak manusiawi bila Pemda tidak memindahkan mereka ke tempat yang lebih layak dan sehat. *Siapapun yang jadi Gubernur yg waras, harus merelokasi warga yang tinggal di lokasi yang tidak manusiawi.*
Seharusnya Prof. Anies bertanya tentang efektifitas program relokasi itu, bukan malah membela warga yang tidak paham aturan. Mantan Menteri Pendidikan ini *memberikan pendidikan yang salah kepada warga Jakarta.*Pantas saja Ahok katakan debat berikut harus lebih berkualitas. Artinya berdebat secara mendidik, bukan membodohi warga atau membela kebodohan dengan tujuan mencari simpati dari kelompok warga yang tak paham aturan.
Sikap Prof. Anies itu agak mengejutkan saya sebab Anies yang saya kenal dekat biasanya tidak seperti itu cara pandangnya. Saya kenal Anies sebagai cendekiawan yang cukup arif dan berwawasan luas. *Pilkada DKI telah mengerdilkan kepakaran dan kearifan Prof. Anies*.
Ketika menyinggung prostitusi di Alexis, Anies sebetulnya melempar boomerang. Saat ia duduk di kursi Mendiknas, ia justru tidak berbuat apa-apa untuk mengatasi prostitusi, bahkan ia gagal memasukkan usulan BNN untuk memasukkan pendidikan antinarkoba ke dalam kurikulum sekolah.
*Intiya, paslon penantang petahana harus mampu menyodorkan konsep yang lebih baik daripada yang sudah dijalankan oleh petahana, bukan sekadar mengkritik secara tidak berbobot dan memberikan pendidikan politik yang tidak mendidik.*Jadi, mestinya adu konsep dan berikan solusi yang lebih baik, bukan sekadar memikat pemirsa dengan argumen yang tidak berkualitas dan tidak mendidik.
*Agus tampil cukup memukau dari segi Show atau penguasaan pentas.* Tapi masih teoritis dan kurang hati2 dari segi ketelitian data dan angka. Ia perlu lebih cermat dalam debat berikut agar argumennya tidak menjadi boomerang. Sebab bila tiga program bantuannya dijalankan maka akan menyedot sekitar Rp51,169 triliun padahal APBD DKI hanya Rp67,160 triliun, lalu belanja rutin birokrasi serta program lainnya dibiayai dengan apa?
Ambisi Agus-Silvy utk *luncurkan Kartu Jakarta Satu juga terkesan aneh sebab sudah ada program Pemda bernama Jakarta One yang sudah direstui Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan akan segera digulirkan.*Itu sebabnya Ahok nyengir dan katakan paslon 1 tidak mengerti aturan keuangan Pemerintah.
Secara obyektif, seperti dalam pertandingan tinju, paslon penantang harus bisa memukul petahana sampai jatuh tersungkur alias KO, sebab kalau hanya kumpul angka, maka mereka tak bisa merebut sabuk juara. Ini yang belum tampak dari kubu para penantang Ahok. Paslon penantang harus bisa pukul telak secara upper cut ke dagu atau melepaskan hook kiri kanan ke kepala juara bertahan baru bisa tumbangkan dia. Ibaratnya seperti itu. Kalau hanya jab-jab ringan, tak akan bisa goyahkan petinju pro yang bermental juara.
*Kuncinya adalah tampil dengan strategi dan konsep yang lebih meyakinkan. Kalau hanya teori dan kritik, maka tak mudah mengalahkan petahana.*
Demikian observasi komentator tinju dari sudut ring Pilkada DKI...
Tidak ada komentar:
Write komentar