Rabu, 25 Januari 2017

Indonesia Bukan Hanya Jakarta

Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi bersama petani
Jakarta adalah legenda bagi Indonesia. Sebuah tempat yang menawarkan seluruh derajat kehidupan bagi mereka yang mampu membeli.

Peredaran uang yang terbesar di seluruh tanah Indonesia berada di Jakarta. Pusat perwakilan politik dari mulai pemerintahan sampai kepartaian berada di tangan Jakarta. Energi dari seluruh bisnis yang terhampar di seluruh wilayah Nusantara uangnya semua mengalir ke Jakarta.

Pusat dari seluruh pungutan pajak dari seluruh industri yang tersebar sampai pelosok desa, Kantor Pusat, NPWP, dan bagi hasilnya berada di Jakarta.

Kampung-kampung seakan mengering, kehilangan gairah karena kekurangan darah. Jakarta seolah tidak memberikan ruang lagi bagi tempat lain untuk berdiri dengan kokoh, cukup vitalitas dan gizi, kaya protein dan inisiatif.

Kini Jakarta menggelar kenduri. Memilih pemimpin secara demokratis dan terbuka. Seluruh sudut pandang mata dan telinga kini tertuju kembali ke Jakarta. Bukan hanya hari ini, melainkan sudah sejak sekian waktu yang silam, seolah tidak boleh ada berita yang lain kecuali Jakarta.

Hingar bingar Pilkada serentak di seluruh pelosok negeri kini senyap terkubur tanpa pemberitaan, seolah yang lain tak memiliki peran bagi hitam putihnya negeri. Seolah hanya Jakartalah yang menentukan Indonesia ke depan. Pilkada Jakarta, seperti menentukan hidup dan matinya Indonesia.

Padahal apabila kita mau melakukan perenungan secara mendalam, energi bangsa ini terhampar secara merata di seluruh persada Nusantara.
Dari sudut-sudut kampung yang tak terurus mengalir kiriman beras, jagung, kelapa sawit, karet, kopra, pala, buah-buahan, sayur-sayuran, telur, susu, daging, ikan, dan seluruh kebutuhan hidup masyarakat.

Dari sudut-sudut kepulauan Nusantara mengalir hasil tambang, emas, perak, nikel, belerang, gas, minyak bumi, bauksit, uranium, timah, bijih besi yang sangat menentukan tegak atau rapuhnya bumi Indonesia.

Seluruh kebutuhan yang sangat menentukan kehidupan itu nyaris tak pernah menjadi wacana publik yang menjadi pembicaraan kita, apalagi melakukan pengelolaan secara sempurna bagi derajat dan kesejahteraan masyarakat.

Krisis seluruh produk itulah yang sesungguhnya menentukan nasib bangsa kita. Gagal panen berdampak pada krisis beras nasional. Menurunnya produksi jagung berdampak pada tingginya harga pakan ternak.

Menurunnya jumlah populasi sapi, ayam potong dan ayam petelur berdampak pada semakin mahalnya protein hewani bagi masyarakat, sehingga kita harus impor.

Menurunnya produksi ikan tangkapan, pesisir yang tidak terurus, berdampak pada kenaikan harga ikan, garam dan menurunnya pariwisata bahari di Indonesia.

Menurunnya harga gas alam, sawit, karet berdampak pada menurunnya ekspor komoditi kita dan mengganggu struktur anggaran negara.

Kerusakan lingkungan di hulu Jawa Barat berdampak pada meluapnya air di Citarum, sehingga memenuhi bibir Danau Saguling, berimbas ke Cirata lalu bermuara di Jatiluhur.
Kalau tidak terkendali, air akan merambah wilayah Karawang, Bekasi dan akhirnya menenggelamkan Jakarta.

Sadarkah kita, Pilkada Jakarta bukan segalanya bagi Indonesia. Untuk apa kita bermusuhan, berkelahi, bercakar-cakaran, hanya karena ingin punya gubernur yang sesuai harapannya di Jakarta. Jakarta adalah Indonesia, tapi Indonesia bukan hanya Jakarta.

Kompas Kolom : Dedi Mulyadi
Editor : Wisnubrata
Sumber : http://regional.kompas.com

Tidak ada komentar:
Write komentar